Pernah mendengar istilah latte factor? Istilah yang dicetuskan oleh David Bach, seorang motivator, figur publik, dan pengusaha yang sukses dengan bukunya yang berudul Finish Rich.
Pengeluaran ini mengacu pada pengeluaran dengan nominal kecil namun sering, misalnya pengeluaran untuk membeli kopi setiap pagi. Budaya minum kopi di pagi hari (tidak harus latte, namun bisa juga americano), jika ditotal bisa dipakai untuk membeli barang dengan nilai yang tinggi. Yuk kita bahas lebih detail satu per satu:
Latte factor bisa bikin boros
Pengeluaran ini muncul karena kebiasaan manusia yang sering mengonsumsi hal-hal kecil misalnya kopi. Bila kamu menghitung pengeluaran secara keseluruhan, nominalnya bisa membuat kepala pusing karena jumlahnya yang lumayan. Pengeluaran kecil ini sering kali tidak disadari dapat memberikan dampak yang besar untuk keuangan ke depannya.
Sebagai simulasi, mari kita jumlahkan pengeluaran kopi setiap hari selama setahun kerja. Asumsikan kamu membeli kopi Starling alias tukang kopi yang jualan keliling menggunakan sepeda, yang per gelas dijual sekitar Rp3 ribu. Dalam satu minggu ada 5 hari kerja, dalam satu bulan ada 20 hari kerja, dalam satu tahun ada 240 hari kerja. Dalam setahun, akan ada Rp720 ribu yang digunakan untuk membeli kopi sachet dari abang Starling. Di sini kita mengabaikan efek jangka panjang kopi sachet yang bisa menyebabkan diabetes, ya.
Jika kamu termasuk orang yang memperhatikan intake kalori harian, sebaiknya kamu mengganti kopi susu dengan kopi americano tidak mengandung gula. Harga kopi hitam jauh lebih murah dan lebih sehat.
Namun, latte factor tidak melulu tentang kopi. Ada hal-hal lain yang bisa digolongkan sebagai latte factor, selama jika dijumlahkan secara nominal terasa memberatkan. Misalnya, biaya parkir setiap hari. Jika ditotal, dalam waktu 5-10 tahun maka nilainya akan membuat tercengang, terlebih karena adanya inflasi.
Latte Factor menjadi sebuah “kewajiban”
Riset dari salah satu bank di Indonesia menunjukkan bahwa kurang lebih nominal latte factor yang dikeluarkan oleh orang Indonesia adalah Rp900 per bulannya. Pengeluaran ini dilakukan untuk membeli berbagai “kebutuhan” seperti listrik, sepatu, dan baju. Selain itu, transportasi online juga termasuk latte factor karena kita bisa melakukan penghematan dengan menggunakan kereta atau bus. Membeli makanan ringan dan minuman juga termasuk latte factor.
Dari survei yang sama, kesadaran orang Indonesia untuk menabung juga termasuk rendah. Hanya sekitar 8% penghasilan yang ditabung oleh surveyor.
Kurangi kebiasaan latte factor
Kebiasaan ini bisa membuat keuangan kita tidak sehat. Sebaiknya, minimalisir pengeluaran dengan cara mengenali dan mengidentifikasi pengeluaran yang tidak penting. Setelah itu, lakukan penghematan dengan menekan pengeluaran tidak penting semaksimal mungkin.
Latte factor bisa digunakan untuk berinvestasi di berbagai instrumen. Kamu bisa melakukan copy strategi di Flock. Flock adalah platform copy strategi crypto pertama di Indonesia, cocok untuk kamu yang ingin mendapatkan keuntungan seperti trading crypto namun tidak memiliki waktu yang cukup untuk memperhatikan pergerakan pasar.
Yuk tinggalkan kebiasaan menghabiskan uang untuk latte factor dan mulai investasi dari sekarang!